Daftar isi buku Pedoman Imunisasi di Indonesia

Bab 1 Dasar-dasar imuniasasi

1. Imunisasi upaya pencegahan primer

2. Nilai-nilai dari vaksinasi

3. Basis imunologi vaksinasi

Bab 2 Jadwal imuniasi

1. Program imunisasi nasional

2. Jadwal imuniasi

3. Jadwal imunisasi tidak teratur

4. Vaksin kombinasi

5. Imuniasasi anak sekolah dan remaja

Bab 3 Imunisasi kelompok berisiko

1. Imunisasi pada bayi dan anak berisiko

2. Vaksinasi perjalanan

3. Vaksinasi dalam keadaan bencana

Bab 4. Prosedur imuniasi

1. Jenis vaksin

2. Tata cara pemberian imunisasi

3. Penjelasan kepada orang tua mengenai imuniasasi

4. Pencatatan imunisasi

5. Penyuntikan yang aman dan penanganan limbah imunisasi

Bab 5 Penyimpanan dan transportasi vaksin

1. Rantai vaksin

2. Kualitas vaksin

Bab 6 Imuniasasi pasif

Bab 7 Kemanan vaksin

1. Kejadian ikutan pasca imunisasi

2. Pelaporan KIPU

Bab 8 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

1. Hepatitis B

2. Poliomielitis

3. Tuberkulosis

4. Difteri, Tatanus, Pertusis

5. Haemophilus influenza tipe B

6. Pneumokokus

7. Rotavirus

8. Influenza

9. Campak

10. Verisela

11. Campak, gondongan, rubella (MMR)

12. Tifoid

13. Hepatitis A

14. HPV

15. Rabies/llyssa

16. Meningokokus

17. Japanese ensefilitas

18. Demam kuning

19. Kolera

20. Dengue

Bab 9 Miskonsepsi dan kontroversi

1. Miskonsepsi imunisasi

2. Kontroversi dalam imunisasi

Bab 10 Tanya jawab orang tua mengenai imunisasi

Jalan berlubang di Lampung

Sudah tidak kaget lagi, ini sudah sejak jaman dulu. Lampung merupakan provisi tujuan transmigrasi utama. Lokasinya terdekat dari Jawa.

Sudah tidak kaget lagi, ini sudah sejak jaman dulu. Lampung merupakan provisi tujuan transmigrasi utama. Lokasinya terdekat dari Jawa

Sudah tidak kaget lagi, ini sudah sejak jaman dulu. Lampung merupakan provisi tujuan transmigrasi utama. Lokasinya terdekat dari Jawa

Sudah tidak kaget lagi, ini sudah sejak jaman dulu. Lampung merupakan provisi tujuan transmigrasi utama. Lokasinya terdekat dari Jawa

Sinta, Arjuna, Garuda, Bima, apalagi berikutnya…

Kala itu aku lagi studi lanjut, tahun 2018an, dan pemerintah aku liat lagi suka banget kembangin aplikasi-aplikasi dengan nama tema wayang. Sebut saja ada Sinta, Garuda, Arjuna, dan lebih baru lagi ada Bima, Rama, Anjani entah berikutnya apalagi. Nakula, Sadewa, Yudistiraa… hehe. Dan bonus satu lagi, Sister. Yang cukup terkenal, terutama untuk dosen yang sudah tersertifikasi.

Oke, aku coba sekilas software atau aplikasi-aplikasi itu ya.

Sinta, itu semacam tool pengindeks, ya kayak Scopus lah, tapi dikembangin di Indonesia untuk keperluan metrics akademis di Indonesia. Mencakup author, afiliasi (kampus/BRIN), jurnal, dan tridarma lainnya. Sinta mengumpulkan data-data dari provider lainnya, misal Scopus, Garuda, Google Scholar, WOS, dll. Jadi kalo mau tahu publikasi seorang dosen apa saja, bisa dicek dari Sinta ini. Di sana ada skor 3 tahun (aktivitas 3 tahun terakhir) dan skor keseluruhan (overall). Jadi dari Sinta, bisa ketahuan semua, misal dari suatu perguruan tinggi, dosen siapa yang produktif nulis dan publish, ketahuan skor-nya, urutannya, dll.

Garuda, itu tool pengindeks khusus artikel-artikel jurnal. Jadi ini semacam PubMed lah. Kita tahu, jurnal di Indonesia kan banyak banget, ada 16.000an. Negara kitalah yang kayaknya rajin banget bikin jurnal. Di satu kampus PTN di ibukota Jawa Tengah, jurnalnya bisa nyaris 200. Satu kampus kelola 193 jurnal, luar biasa. Nah, artikel-artikel jurnal tadi diindeks-lah oleh Garuda ini.

Arjuna, ini aplikasi untuk maju akreditasi jurnal. Jadi jurnal-jurnal yang ada 16000an tadi, dinilai oleh tim dari pemerintah, untuk nanti diperingkat dalam 6 kategori. Misal peringkat 1 dan 2, itu artinya jurnal yang bonafid. Dosen yang menerbitkan artikel di jurnal-jurnal ini, bisa lolos untuk maju lektor kepala, misalnya.

Bima, ini nama baru dari nama yang lama Simlitabmas. Ini apalikasi untuk mengajukan proposal penelitian atau proposal pengabdian masyarakat. Dalam waktu dekat, syarat untuk mengajukan skim tertentu dilihat dari Sinta Score, bukan h-index Scopus lagi. Jadi silahkan diupdate akun Sinta-nya ya…

Rama, ini portal repositori dari kampus-kampus. Belum begitu eksplor tentang ini

Sister. Ini mencatat semua kegiatan tridarma dosen, dari pendidikan, penelitian, pengabdian, penunjang, sertifikasi, dan BKD. Sekarang BKD-an di Sister, yang dievaluasi tiap semester. Sekarang kalo dapet sertfikat-sertifikat apapun, langsung unggah Sister aja deh, biar terdokumentasi dengan baik.

Anjani. Ini terlalu seram untuk dibahas. Silahkan kepo-in sendiri ya..

Oke, demikian tadi aplikasi-aplikasi dari kementrian kita yang perlu diketahui oleh dosen-dosen Indonesia.

Oh ya ketinggalan, ada Pandawa. Ini adalah aplikasi dr bpjs berbasis WA. Kenapa bpjs ikut2an pakai nama perwayangan yak?

Sejauh mungkin

Pagi adalah fase waktu yang paling menggembirakan. Matahari mulai terbit di sisi timur, menembus tali-tali jemuran yang membentang di lantai 2. Aku matikan lampu luar kamar dan bersiap mengisi pagi dengan beberapa kegiatan rutin.

Melangkah turun ke lantai 1, mengeluarkan motor dari garasi, dan siap melaju mengelilingi kota Satria ini. Rute pertama yaitu mencari sarapan gudeg di depan RS Geriatri. Keluar dari perumahan, ambil kanan menuju arah GOR jalan Suharso. Jalanan ini luas, mungkin bisa muat empat lajur mobil. Tapi lajur paling tepi selalu dipakai jualan pedagang kaki lima, yang sudah buka pagi dan bisa terus lanjut hingga malam hari.

Jalanan ini tergolong ramai, pusat bisnis dan kuliner, juga pusat utamanya yaitu pusat olahraga. Rumah makan, rumah sakit, kantor travel, sekolah dasar, hotel, juga toko pakaian, toko buah, dan beberapa minimarket, berkumpul di jalanan ini.

Aku sengaja pelankan motor ini, sembari meresapi kedamaian pagi, yang mana orang-orang pun mulai beraktivitas. Semua ceria, semua bersemangat, untuk menghadapi hari yang panjang hingga malam nanti. Tukang parkir dengan seragam orange-nya sudah meniup peluit favorit, pedagang kaki lima sudah menggelar lapaknya, dan penjual gorengan di depan gerbang GOR pun sudah memantik api tungkunya.

Disaat melewati gerbang ini, terdengar lantunan lagu yang cukup keras sehingga terdengar oleh semua pengguna jalan. Otak ini berpikir menerka ini lagu siapa ya. Cukup familiar, dan ternyata sangat pas untuk diputar saat pagi seperti ini. Motor ini terus melaju, dan ketika sampai di depan Hotel Java Heritage, misteri lagu tadi pun terpecahkan. “Itu kan lagu-nya Ungu” otak ini menemukan jawabannya.

Indah cinta yang kau berikan
Kini tiada lagi kudapatkan
Teduhnya jiwa

Baiknya ku pergi
Tinggalkan dirimu sejauh mungkin
Untuk melupakan

Itulah petikan suara yang aku dengar di depan GOR tadi. Saat sampai kosan, aku cari lagi tersebut, dan akhirnya masuk ke playlist di Spotify. Itu adalah kejadian sekitar 3 bulan yang lalu.

Pagi ini, hari ini, di pulau yang berbeda, aku tiba di lab kampus yang berlokasi di tanah kelahiran. Menyiapkan minuman hangat pembuka hari. Membuka laptop, lalu membuka Youtube Music. Tak disangka, lagu itu ada di Beranda. Aku putar lagi, mendangar lagi setelah terakhir mendengarnya 3 bulan yang lalu.

Musik dan lagu emang punya pengaruh kuat. Dia membawa pesan pemersatu masa lalu, kini, dan masa depan. Momentum yang diiringi lagu, menjadi lebih teringat, karena otak segera mengasosiasikannya dengan perstiwa yang terjadi.

Dan lagu itu, ternyata usia aslinya sudah dirilis 17 tahun yang lalu. Jaman aku masih mahasiswa baru, yang mana teman kos sebelah kamar sering memutarnya lewat software Winamp yang ada di PC-nya.

Selamat pagi

Karakteristik artikel di penerbit-penerbit mayor

Penerbit-penerbit mayor yang akan dibahas yaitu: Nature, Science, Wiley, Springer, Science direct, Sage, RCS, Annual Review, De Gruyter, Future Medicine, Taylor Francis, RSC.

Setiap penerbit memiliki karakteristik sendiri-sendiri, sehingga kita bisa memilih penerbit mana untuk dipilih ketika menginginkan artikel tertentu.

Nature: Artikel-artikel di Nature biasanya panjang, detil, dan agak berat. Jadi kalau cari artikel yang komprehensif dan ga kaleng2, bisa cari artikel dari sini.

AAAS (Science): Ada beberapa jurnal di penerbit ini, dan ini sifatnya sama kayak Nature. Menariknya, sebelum abstrak biasanya ada ulasan dulu pengantar sebelum artikel utama, sehingga bisa memudahkan untuk memahami artikel.

Science Direct: Artikel sangat beragam, ada yang tinggi banget, medium, atau biasa. Tetapi secara umum, tingkat kesulitannya medium. Jadi lebih “manusiawi” dibanding Nature dan Science.

Annual Review: Waaah di sini hanya memuat artikel review, dan reviewnya panjang-panjang banget. Terlalu komprehensif, bacanya pusing kalau mau cari info standar-standar aja.

Springer: Tingkatannya medium, dan kelebihannya dia punya koleksi buku, sehingga lebih komprehensif.

Wiley, Taylor Francis, Future Medicine: ini mirip-mirip ya, lumayan dalam tapi koleksi ga begitu banyak.

SAGE: artikel-artikel langka biasanya malah bersarang di sini. Misal case report

Royal Society Chemistry: Memiliki koleksi tentang kimia, kimia organik, dan kimia medisinal.

Hari pertama, sebuah awalan

Hari pertama, sebuah awalan

Suasana kabut menyelimuti bumi sang ruwa jurai pagi ini. Setelah kemarin hujan lebat mengguyur, lepaslah dahaga bagi tanah-tanah pesawahan dan perkebunan semenjak hujan terakhir di pekan lalu. Pagi yang dingin, memaksaku memakai jaket cukup tebal untuk menemani perjalanan 60 menit menuju ibukota provinsi.

Hari ini cukup istimewa, oleh karena itu perlu untuk ditulis disini. Karena hari ini secara resmi aku memulai babak baru di tempat ini. Memasuki gerbang yang sudah cukup ramai, melewati jalanan kampus menuju gedung tengah, tempat kerjaku yang baru.

Ruangan masih sepi, tetapi hiruk pikuk mahasiswa yang akan kuliah offline sudah dimulai. Hari pertama, tentu rasanya seperti ini. Kagok, bingung, semua jadi satu. Hari ini tidak ada jadwal mengajar. Hanya ada rapat prodi menjelang makan siang, sekalian memperkenalkan aku yang baru gabung. Selebihnya, lebih pada mengenal kampus, secara sukarela ditemani adik SMA yang sudah duluan menjadi staf di sini.

Kampus tour dimulai dari mencari tempat makan di sekitar kampus. Tidak perlu jauh-jauh, hanya 1 km keluar kampus, ada banyak sekali pilihan tempat makan, dikelilingi oleh pilihan supermarket dan pedagang kaki lima. Kawasan yang khas dengan kehidupan mahasiswa: kos-kosan, pusat fotokopi, laundri, rumah makan, minimarket, dll.

Menikmati sayur kluban, pepes ikan patin, peyek kacang, dan sambal hijau, mengingatkanku citarasa Sumatera, yang sudah puluhan tahun jarang aku temui. Masakannya lebih berbumbu, memberi rasa yang lebih kuat. Setelah makan siang, dilanjutkan dengan mengitari area Belwis di belakang wisma, suatu kawasan yang menampung kehidupan mahasiswa, penggerak ekonomi baru warga sekitar. Suatu kawasan yang dulunya hanya kebon karet, tempat maling bersembunyi membawa sapi hasil curiannya. Kawasan yang dulu pembeli ogah membeli tanah walau hanya seharga 50.000 per meter, kini ternyata harganya sudah naik 20 kali lipat per meternya.

Memasuki Dzuhur, sholat di dalam masjid kampus. Baru tahu ternyata ada 2 masjid di sini. Masjid 1, sudah jadi dan digunakan beberapa tahun terakhir, berukuran medium. Dan saat ini sedang dibangun masjid 2, yang pembangunannya baru 0,125%, tetapi sudah bisa digunakan. Kabarnya, masjid ini akan menjadi masjid terbesar di Sumatera. Dengan luas kawasan lahan 20-50 ha, yang bisa menampung 42.000 jamaah. “Kita foto dulu di sini, biar kayak Zulkifi Hasan waktu peresmian juga foto di spot ini,” ajak kawan sekaligus guide tour hari ini.

Berikutnya dia bercerita banyak tentang asrama mahasiswa, yang saat ini jumlahnya ada 5 gedung, juga baru dibangun RIMA (rumah ibadah multi agama), fasilitas olahraga, yang semua ini ada di sisi kiri dari gerbang kampus. Rencana akan ke kebun raya ditunda lain waktu, karena sudah capek dan ga cukup waktu untuk mengitarinya dalam waktu sehari.

Waktu masih cukup lama menjelang jam pulang, aku pun menuju jajaran gedung di sisi kanan, yaitu kompleks laboratorium dan gedung kuliah. Menuju Gedung Kuliah Umum, di lantai 4 terdapat satu spot di pojokan yaitu perpustakaan. Memasuki ruangan ini, kesan pertama: perpusnya terang, hidup, dan tidak ada “bau buku tua”, aroma yang biasanya bikin ngantuk bagi orang-orang didalamnya.

Menitipkan KTP untuk mendapat kunci locker, dan memasuki area koleksi dan area baca. Delapan puluh persen area baca telah penuh terisi, yang mana mahasiswa sibuk berkelompok atau belajar mandiri, menghadap laptop atau buku. Mereka berdiskusi, riuh tapi tidak gaduh. Aku berkeliling ke rak-rak koleksi. Banyak buku tentang keteknikan pastinya, juga ada rak tentang bahasa, dan akhirnya menemukan rak yang kayaknya bakal jadi rak favorit. Di rak ini banyak buku tentang biomedis, kedokteran, dan juga buku-buku IPA dasar. Buku At A Glance, koleksi terbitan Erlangga, Springer, dan bahkan buku Lodish dan Albert biosel molekuler, ada di sini.

Sedang berdiri di depan rak, pengumuman bahwa perpus akan tutup pun dikumandangkan. Seluruh orang didalamnya pun beranjak, mengemasi laptop dan mengembalikan buku ke boks, atau mengantri di loket peminjaman. Aku tanya petugas, cara mendaftar anggota, ternyata sangat mudah. Cukup sebutkan nama dan nomor pegawai, 5 buku bisa dipinjam selam 2 pekan.

Menjelang pulang, aku menuju gedung rektorat untuk perekaman sidik jari. “Oke bapak, sidik jari sudah selesai, dan bapak bisa finger print hanya di gedung ini hingga tanggal 6 bulan depan,” kata petugas setelah selesai merekam.

Pulang, sambil berfikir dan merenung. Ada banyak harta karun di Sumatera, dan dicoba akan diungkap potensinya untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Maka didirikan kampus ini sebagai sarana untuk mencapainya. Masih banyak pula yang aku belum ketahui tentang kampus ini. Dan hari ini, perjalanan untuk mengetahuinya pun dimulai.

Gambir vs Pasar Senen

Semenjak 9 tahun terakhir sangat lekat dengan kedua stasiun ini. Tempat ini menjadi transit untuk sebuah perjalanan panjang antara Jawa Tengah bagian selatan dan ujung Sumatra tepi Selat Sunda.

Gambir merupakan hub utama. Dari sini bisa naik Damri ke bandara, Damri ke Sumatra, atau naik gojeg ke Pasar Senen. Mau naik apa dan arah mana, tergantung kocek dan tujuan tentunya.

Gambir identik dengan kereta kelas executive, seperti keluarga Argo, Taksaka, dan Gajayana. Pasar Senen adalah rumah untuk kereta kelas bisnis dan ekonomi. Dari kedua stasiun inilah, Jawa bagian barat dan bagian timur terhubung dengan rel kereta.

Gambir, dari infrastruktur memang tampak lebih bersinar. Maksudnya, stasiun ini ditunjang oleh balutan cat khas hijau, restoran-restoran kenamaan, fasilitas bank, dan minimarket yang ada di tiap sisi.

Pasar Senen, sebenarnya juga ga kalah. Apalagi setelah berbenah dan perluasan lobi dalam beberapa waktu terakhir, yang pasti bakal bikin kamu pangling jika datang terakhir ke sini 5 tahun lalu.

Walau demikian, Gambir bisa dikatakan kurang bersahabat. Malam, toilet dan mushola ditutup. Semua restoran tutup kalau dini hari. Colokan listrik cukup terbatas. Dan banyak nyamuk.

Pasar Senen, di sisi lain, lebih hidup. Stasiun ini buka 24 jam. Karena kereta nonstop datang dan pergi. Lobi selalu ada orang, toko-toko juga banyak yang buka 24 jam.

Walau demikian, sekarang aku lebih pilih stay di Gambir dulu sebelum ke Senen. Aku biasa sampai Gambir pukul 3 pagi, sebelum lanjut ke Jawa paginya. Masjid memang ditutup, tapi dibuka menjelang Subuh. Masjidnya lebih bersih dan nyaman. Lantai berkarpet, halaman luas. Ada penitipan tas, jadi sholat jadi lebih tenang. Bisa sholat sunah bermacam-macam karena nyaman.

Pasar Senen, toiletnya luas dan banyak, buka 24 jam. Masjid lebih kecil, dijaga satpam supaya tertib. Tidak boleh tiduran di sini. Intinya di Senen, lebih banyak orang.

Belakang stasiun Pasar senen, ada hotel Senen Indah. Hotel bersahabat di kantong tapi nyaman, bisa diandalkan kalau perlu menginap di Jakarta sebelum ke tempat berikutnya.

Adzan subuh pun berkumandang.

Pulang ke rumah

Pulang ke rumah

Hujan dan mendung masih menyelimuti pagi itu. Air dari langit yang turun sejak Subuh, belum ada tanda untuk mau berhenti. Aku kirim pesan ke istri, “Kayaknya ayah pergi naik bus”. “Semoga bentar lagi turun”, jawabnya.

Menjelang pukul 7, benar, hujan pun berhenti sempurna. Aku arahkan sepeda ini ke arah timur, untuk antar si sulung yang sudah sebulan ini masuk TK A.

Lanjut ke tujuan utama, tetapi kondisi cukup dingin. Sehingga mesej untuk disiapkan jaket dan menggantungnya di gerbang. Setelah mengisi full bahan bakar sepeda, perjalanan menuju kota sebelah pun dimulai.

Jalanan yang lumayan sepi, hanya beberapa kendaraan besar yang aku temui. Perjalanan ini mengingatkanku pada 3 tahun silam, saat mengurus paspor di kantor imigrasi Cilacap.

Beberapa titik ada jalan berlubang, tetapi 97 persen mulus. Bahkan sempat menembus perkebunan karet yang rimbun berkilo-kilo, persis seperti spot favorit saat menuju daerah Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah.

Melewati dua pasar besar, fly over jalan tol, dan 3 tugu ikon kota kecamatan, sampailah di tempat tujuan. Memang sudah ga asing dengan tempat ini, karena pasti lewat jika akan masuk atau keluar ibukota provinsi ini.

Gerbang yang gagah di depan jalanan besar, ditunggu sekawanan sekuriti, dan dipenuhi mahasiswa baru yang sedang menjalani orientasi kampus. Menuju gedung baru di daerah belakang, untuk menyerahkan barang titipan kawan.

Lima belas menit berselang, aku lanjut jalan kaki menuju gedung di depan, gedung sebelah kanan gerbang. Di lantai 2.

Sejujurnya, aku pun tak tahu kenapa aku kemari. Yang jelas, seseorang, yang jadi kerap berkomunikasi di 3 tahun ini, mengirimi pesan untuk aku datang ke ruang ini.

Aku dipersilahkan duduk di semacam ruang tamu, dan tak lama 2 orang datang menghampiri. Pertama, seorang yang cukup energik berbadan segar, dan yang kedua duduk persis di depan sofa yang aku duduki.

“Jadi Anda siapa dan ada keperluan apa?” tanya orang pertama. Pertanyaan ini jelas membuatku tak bisa berkata apa-apa. Seperti yang aku bilang tadi, aku pun tak tahu kenapa aku di sini. Di tengah rasa panik itu, bapak yang di depanku pun menengahi. “Oya sebentar, saya ceritain dulu kronologinya”. Setelah cukup panjang intro yang diberikan, akhirnya semua pun faham. Aku pun selamat dari pertanyaan mematikan tadi.

Pertanyaan berikutnya lebih jelas dan lebih mudah untuk dijawab. Dan suasana pun lebih cair, ditanya tentang studi, status kepegawaian, riset, mengapa ke sini, dll.

Setelah berdiskusi cukup hangat, aku dipersilahkan lanjut diskusi ke ruang bapak kedua. Beliau menceritakan sekilas tentang kampus, riset, dan kondisi akademis kampus.

Di akhir diskusi, aku pun akhirnya mohon pamit. Bersalaman, dan beliau berkata “Selamat bergabung di ITERA, selamat berkarya”.

Aku pun berlalu meninggalkan gedung rektorat tersebut. Ke seksi lain, untuk mengurus berkas-berkas lainnya.